jadwal salat








Prayer Times For 6 Million Cities Worldwide

Country:



quran

Senin, 26 September 2011

10 misteri alam semesta

10. Antimateri
sprite-6
Seperti sisi jahat Superman, Bizzaro, partikel (materi normal) juga mempunyai versi yang berlawanan dengan dirinya sendiri yang disebut antimateri. Sebagai contoh, sebuah elektron memiliki muatan negatif, namun antimaterinya positron memiliki muatan positif. Materi dan antimateri akan saling membinasakan ketika mereka bertabrakan dan massa mereka akan dikonversi ke dalam energi melalui persamaan Einstein E=mc2. Beberapa desain pesawat luar angkasa menggabungkan mesin antimateri.
9. Radiasi Kosmik Latarbelakang
sprite-71
Radiasi ini disebut juga Cosmic Microwave Background (CMB) yang merupakan sisa radiasi yang terjadi saat Big Bang melahirkan alam semesta. Pertama kali dideteksi pada dekade 1960 sebagai noise radio yang nampak tersebar di seluruh penjuru alam semesta. CBM dianggap sebagai bukti terpenting dari kebenaran teori Big Bang. Pengukuran yang akurat oleh proyek WMAP menunjukkan bahwa temperatur CMB adalah -455 derajat Fahrenheit (-270 Celsius).
8.Ekstrasolar Planet (Exoplanet)
sprite-8
Hingga awal 1990an, kita hanya mengenal planet di tatasurya kita sendiri. Namun, saat ini astronom telah mengidentifikasi lebih dari 200 ekstrasolar planet yang berada di luar tata surya kita. Pencarian bumi kedua tampaknya belum berhasil hingga kini. Para astronom umumnya percaya bahwa dibutuhkan teknologi yang lebih baik untuk menemukan beberapa dunia seperti di bumi.
7. Neutrino
Neutrino merupakan partikel elementer yang tak bermassa dan tak bermuatan yang dapat menembus permukaan logam. Beberapa neutrino sedang menembus tubuhmu saat membaca tulisan ini. Partikel “phantom” ini diproduksi di dalam inti bintang dan ledakan supernova. Detektor diletakkan di bawah permukaan bumi, di bawah permukaan laut, atau ke dalam bongkahan besar es sebagai bagian dari IceCube, sebuah proyek khusus untuk mendeteksi keberadaan neutrino.
6. Mini Black Hole
sprite-10
Jika teori gravitasi “braneworld” yang baru dan radikal terbukti benar, maka ribuan mini black holes tersebar di tata surya kita, masing-masing berukuran sebesar inti atomik. Tidak seperti black hole pada umumnya, mini black hole ini merupakan sisa peninggalan Big Bang dan mempengaruhi ruang dan waktu dengan cara yang berbeda.
5. Energi Vakum
sprite-11
Fisika Kuantum menjelaskan kepada kita bahwa kebalikan dari penampakan, ruang kosong adalah gelembung buatan dari partikel subatomik “virtual” yang secara konstan diciptakan dan dihancurkan. Partikel-partikel yang menempati tiap sentimeter kubik ruang angkasa dengan energi tertentu, berdasarkan teori relativitas umum, memproduksi gaya antigravitasi yang membuat ruang angkasa semakin mengembang. Sampai sekarang tidak ada yang benar-benar tahu penyebab ekspansi alam semesta.
4. Gelombang Gravitasi (Gravity Waves)
sprite-12
Gelombang gravitasi merupakan distorsi struktur ruang-waktu yang diprediksi oleh teori relativitas umum Albert Einstein. Gelombangnya menjalar dalam kecepatan cahaya, tetapi cukup lemah sehingga para ilmuwan berharap dapat mendeteksinya hanya melalui kejadian kosmik kolosal, seperti bersatunya dua black hole seperti pada gambar di atas. LIGO dan LISA merupakan dua detektor yang didesain untuk mengamati gelombang yang sukar dipahami ini.
3. Materi Gelap (Dark Matter)
sprite-13
Para ilmuwan berpendapat bahwa materi gelap (dark matter) merupakan penyusun terbesar alam semesta, namun tidak dapat dilihat dan dideteksi secara langsung oleh teknologi saat ini. Kandidatnya bervariasi mulai dari neotrino berat hingga invisible black hole. Jika dark matter benar-benar ada, kita masih harus membutuhkan pengetahuan yang lebih baik tentang gravitasi untuk menjelaskan fenomena ini.
2. Quasar
sprite-14
Quasar tampak berkilau di tepian alam semesta yang dapat kita lihat. Benda ini melepaskan energi yang setara dengan energi ratusan galaksi yang digabungkan. Bisa jadi quasar merupakan black hole yang sangat besar sekali di dalam jantung galaksi jauh. Gambar ini adalah quasar 3C 273, yang dipotret pada 1979.
1.Tabrakan Antar Galaksi
sprite-15
Ternyata galaksi pun dapat saling “memakan” satu sama lain. Yang lebih mengejutkan adalah galaksi Andromeda sedang bergerak mendekati galaksi Bima Sakti kita. Gambar di atas merupakan simulasi tabrakan Andromeda dan galaksi kita , yang akan terjadi dalam waktu sekitar 3 milyar tahun.

Sabtu, 24 September 2011

seberapa liberralkah?

“Budhy dalam buku ini memetakan kembali pemikiran Islam liberal dalam enam kategori. Pertama, melawan gagasan negara Islam dan variannya. Kedua, mendukung gagasan demokrasi. Ketiga, membela keadilan gender dan hak-hak perempuan. Keempat, mempromosikan pluralisme dan hak-hak minoritas. Kelima, membela kebebasan berpikir, dan keenam, membela gagasan kemajuan. Buku ini juga mengupas tentang prinsip-prinsip etis Islam liberal seperti keadilan, kemaslahatan, pembebasan-kebebasan, persaudaraan universal, perdamaian dan etika kasih sayang, di samping juga menjelaskan tentang prinsip metodis terkait dengan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Rumadi menilai, dari semua isu Islam dan liberalisme itu, wilayah hukum Islam menjadi isu yang paling kontroversial dan bahkan sulit untuk ditembus.”
Harus diakui, pasca fatwa MUI tahun 2005 lalu, ruang gerak untuk mewacanakan Islam dan liberalisme makin menyempit. Namun begitu, kampanye ide-ide kebebasan dalam Islam tidak berarti mati sama sekali. Buku bertajuk Islam dan Liberalisme, karya Budhy Munawar Rachman yang baru-baru ini dibedah di gedung Teater Utan Kayu adalah sebagai salah satu buktinya.
Diterbitkan oleh FNS, menurut Muhamad Husni Tamrin, sudah sejak lama ia mencari suatu tulisan yang khusus mendiskusikan tema Islam dan liberalisme di Indonesia. Sama halnya dengan delegasi FNS di beberapa negara muslim Timur Tengah dan Turki, menurut Mone, begitu panggilan akrab Muhamad Husni Tamrin, FNS Indonesia juga bermaksud menerbitkan sendiri buku bertema liberalisme dalam perspektif Islam. Nah, ketika melihat buku Budhy lainnya yang juga pernah dibedah di TUK berjudul Reorientasi Pembaruan Islam—selanjutnya disebut Reorientasi— dimana salah satu bagiannya memuat diskusi tentang Islam dan liberalisme, Mone tertarik dan meminta untuk menjadikannya sebuah buku tersendiri.
Bedah buku Islam dan Liberalisme di TUK pada 21 Juli 2011 menghadirkan dua pembicara: Dr. Rumadi (pemerhati pemikiran Islam dan peneliti The Wahid Institute) dan Luthfi Assaukanie Phd (pemerhati liberalisme dan mantan koordinator JIL).
Rumadi memulai presentasinya dengan komentar terhadap buku Islam dan Liberalisme dalam kaitannya dengan buku Budhy yang terbit sebelumnya, Reorientasi Pembaruan Islam. Menurut Rumadi, buku Budhy Islam dan Liberalisme ini boleh dibilang sebagai pendamping buku Reorientasi. Sebab, bagi Rumadi, kandungan buku Islam dan Liberalisme sebetulnya penegasan ulang dari salah satu bagian buku Reorientasi. Kalau dalam buku Reorientasi, Budhy dengan cukup baik telah menjabarkan tiga tema penting pembaruan Islam yang meliputi sekularisme, pluralisme dan liberalisme, maka dalam buku yang terbarunya ini, Budhy memisahkan liberalisme sebagai satu tema yang diulas tersendiri. Terlepas dari itu semua, Rumadi memberi apresiasi yang setinggi-tingginya atas terbitnya buku Islam dan Liberalisme. Baginya, terbitnya buku-buku seperti itu amat dibutuhkan untuk kampanye wacana intelektual yang dianggap “kotor” oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), selain juga memberi pengertian yang sebenarnya kepada masyarakat tentang hubungan Islam dan liberalisme.
Rumadi kemudian beranjak kepada dua macam pandangan tentang hubungan Islam dan liberalisme. Pertama, pandangan yang menilai bahwa Islam merupakan bagian dari liberalisme (subset of liberalism). Pandangan ini diwakili oleh Leonard Binder lewat bukuya Islamic Liberalism. Paradigma ini berupaya melihat secara terbuka dialog antara Islam dengan barat dan membiarkannya berdialektika secara take and give, termasuk dengan tradisi lokal arab.
Pandangan kedua, yang diwakili Charles Kurzman, berpendapat sebaliknya, bahwa liberalisme sebagai bagian dari Islam (subset of Islam). Paradigma Kurzman ini ingin mengatakan bahwa pemikiran-pemikiran yang diasumsikan liberal itu juga masih berada dalam sinaran tradisi Islam (to examine liberal muslim in light of Islamic tradition). Dengan kata lain, jika mazhab Binder ingin melihat seberapa liberalkah kaum muslim liberal, sedangkan mazhab Curzman ingin melihat apakah pemikiran liberal itu masih berada dalam konteks islami atau tidak.
Menurut Rumadi, buku Islam dan Liberalisme-nya Budhy ini mengikuti alur berpikirnya Kurzman. Dengan begitu, Islam liberal dalam posisi ini dihadapkan dengan dua lawan sekaligus, Islam adat (customary Islam) dan Islam puritan (revivalist Islam). Terhadap Islam adat, Islam liberal mengontraskan dirinya dengan menilai bahwa telah terjadi percampuradukan antara dua tradisi Islam, tradisi besar dan tradisi kecil. Karena itu, Islam adat dalam pandangan liberal tidak lagi orisinil. Demikian, karena ia terlalu banyak berkompromi dengan budaya lokal, sehingga menjadi Islam – meminjam bahasa Moqsith Ghazali – yang mengalami obesitas.
Sampai di sini, Islam liberal memiliki titik temu dengan Islam revivalis, yakni sama-sama menyeru untuk mereformasi pandangan keagamaan tradisional dan kembali kepada al-Qur’an dan hadis. Bedanya, sementara kaum revivalist mencoba menegaskan modernitas atas nama masa lalu, kaum liberal mencoba menghadirkan masa lalu dengan semangat kemodernan.
Dengan mengikuti alur berpikir Kurzman, Budhy dalam buku ini memetakan kembali pemikiran Islam liberal dalam enam kategori. Pertama, melawan gagasan negara Islam dan variannya. Kedua, mendukung gagasan demokrasi. Ketiga, membela keadilan gender dan hak-hak perempuan. Keempat, mempromosikan pluralisme dan hak-hak minoritas. Kelima, membela kebebasan berpikir, dan keenam, membela gagasan kemajuan.
Buku ini juga mengupas tentang prinsip-prinsip etis Islam liberal seperti keadilan, kemaslahatan, pembebasan-kebebasan, persaudaraan universal, perdamaian dan etika kasih sayang, di samping juga menjelaskan tentang prinsip metodis terkait dengan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Rumadi menilai, dari semua isu Islam dan liberalisme itu, wilayah hukum Islam menjadi isu yang paling kontroversial dan bahkan sulit untuk ditembus.
Terkait dengan pernyataannya tersebut, menurut Rumadi, setidaknya ada empat alasan mengapa liberalisasi hukum Islam, menjadi proyek yang paling alot dan bahkan paling sering meminta korban. Pertama, secara epistemologis, hukum islam adalah disiplin keilmuan islam yang boleh dibilang paling kokoh. Bahkan semua disiplin keilmuan Islam lainnya, bermuara pada persoalan hukum Islam ini. kedua, secara kontruksional, kekokohan hukum Islam disebabkan karena keterikatannya dengan teks-teks keagamaan. Tak ada satu hukum pun yang bisa lepas dari dominasi nalar bayani ini, hingga jika ada penafsiran hukum yang tak lazim, maka pasti dianggap keluar dari koridor hukum Islam. Ketiga, pola pikir tentang keharusan institusionalisasi hukum Islam melalui negara, terlalu mendominasi wacana hukum Islam. Keempat, kesenjangan antara penggalian hukum (istinbathi) dan penerapan hukum Islam (tathbiqi) yang saling tarik menarik dan tak selalu berjalan beriringan.
Rumadi menutup presentasinya dengan meragukan kemampuan proyek liberalisasi untuk “mejebol” wilayah hukum Islam. Keraguannya ini agaknya cukup beralasan, mengingat para penggiat liberalisme belum mampu –untuk tidak mengatakan tidak mampu – menundukkan “keangkuhan” ilmu hukum dalam Islam (fiqh). Bagi Rumadi, usaha menjebol tembok kokoh hukum Islam setidaknya bisa dimulai dari mencari anasir-anasir yang kelihatannya bisa mendukung agenda liberalisme.
Sementara itu, Luthfi Assaukanie, memulai presentasinya dengan sedikit menyinggung “asbabun nuzul”-nya buku ini. Luthfi melihat buku ini lebih dari sekedar wacana akademis, tapi lebih kepada penyebaran atau kampanye ide. Ini sebabnya, kata Luthfi, mengapa secara kemasan buku ini memiliki desain yang menarik. Sebagai buku yang diturunkan dari kumpulan wawancara sejumlah tokoh liberal Islam di Indonesia, Luthfi juga melihat buku ini sebagai representasi dari epistemic-community di Indonesia, dan Jakarta khususnya.
Dengan menyinggung tulisannya yang tiga tahun lalu pernah di muat di koran Kompas, Luthfi kembali menegaskan bahwa Islam liberal bukanlah JIL. Ini perlu diutarakan kembali, mengingat banyak orang yang sering keliru mengidentikkan JIL dan Islam liberal –persis seperti nama populer sebuah merek produk untuk menyebut produk-produk lain sejenis. Nah, JIL kata Luthfi, hanya salah satu lembaga yang kebetulan menggunakan nama Islam liberal.
Berbeda dengan Rumadi, Luthfi lebih memilih untuk mereview enam nilai-nilai liberalisme tadi yang dijadikan standar oleh Kurzman untuk melihat keliberalan seorang muslim, dikaitkan dengan perkembangan wacana keislaman di Indonesia khususnya yang menyangkut isu-isu Islam liberal dan sejauh mana ide-ide liberal itu berjalan atau tidak.
Pertama, mengenai perlawanan kepada ide negara tuhan (againts theocracy). Menurut Luthfi, umat muslim pada umumnya telah menolak ide negara tuhan, dengan pengecualian kelompok kecil seperti Hizbut Tahrir misalnya, dan mereka yang kurang bersentuhan dengan wacana politik modern. kedua, tentang ide demokrasi. Dalam wacana politik Islam, begitu Luthfi, demokrasi kerapkali dikontraskan dengan teokrasi. Ini pula yang menyebabkan di awal-awal kemerdekaan perdebatan tentang dasar negara amat panas antara kelompok nasionalis sekuler dan kelompok Islam. Tapi, saat ini semua kelompok, termasuk kelompok Islam seperti PKS dan PBB misalnya, sudah bisa menerima ide demokrasi. Hanya saja, persoalan terjadi dalam hal-hal yang menyangkut teknis demokrasi dan penafsirannya. Namun secara general, kata Luthfi, dari segi penerimaan demokrasi ini, muslimin Indonesia boleh dibilang cukup liberal.
Ketiga, mengenai isu gender. Terkait dengan ini, Luthfi mengingatkan, bahwa benar ada ketidakpuasan dalam beberapa aspek terkait dengan kebebasan atau kesetaraan perempuan. Namun begitu, menurut Luthfi, kita harus melihatnya dari perspektif yang proporsional. Wacana gender di Indonesia, boleh dibilang lumayan maju jika misalnya, dibandingkan dengan konteks negara-negara Islam di Timur Tengah. Seperti halnya perdebatan seputar teokrasi, kalaupun ada suara-suara yang kontra dengan kesetaraan dan kebebasan perempuan, itu boleh dibilang hanya suara kelompok kecil yang terbatas. Sampai di sini, terkait urusan gender umat muslim di Indonesia boleh dibilang sudah liberal.
Keempat, masalah hak-hak non muslim. Untuk aspek yang satu ini, begitu Luthfi, bukan hanya bersinggungan dengan hak-hak di luar Islam, tapi yang terpenting adalah isu kebebasan beragama. Nah, untuk yang terakhir ini, Luthfi melihat ada kemunduran dalam tempo sekitar dua puluh-tiga puluh tahun belakangan. Ini ditunjukkan misalnya, oleh hidupnya perdebatan tentang kebebasan membangun rumah ibadah. Setelah masa rezim Soeharto dan hidupnya era demokrasi, kata Luthfi, seharusnya Indonesia melakukan perbaikan dari segi ini. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Jika merujuk kepada indeks kebebasan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga seperti Freedom House, maka kebebasan beragama di Indonesia mengalami kemunduran. Kemunduran ini tidak lepas dari kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama yang belakangan marak terjadi, mulai dari pembakaran rumah Ibadah, hingga penganiayaan dan sebagainya. Atas dasar ini, maka amat disayangkan karena kita terpaksa memberi rapor merah untuk kebebasan beragama di Indonesia.
Kelima, tentang isu kebebasan berpikir. Untuk aspek ini, seperti halnya isu gender, lagi-lagi Luthfi mengingatkan untuk melihatnya secara proporsional dengan membandingkannya dengan negara-negara lain. Dari sudut penilaian ini, maka Indonesia cenderung kondusif untuk masalah kebebasan berpikir. Ini tentunya dengan tidak menafikan kasus-kasus spesifik seperti adanya ancaman-ancaman yang ditujukan untuk orang tertentu. Namun begitu, kata Luthfi, secara umum Indonesia masih bisa dibilang liberal untuk kebebasan berpikir jika dibandingkan dengan negara-negara Islam lain, seperti Mesir atau bahkan Malaysia misalnya—tempat di mana ancaman kebebasan berpikir dari kaum radikal sangat mengkhawatirkan.
Keenam, mengenai ide kemajuan (the idea of progress). Untuk aspek yang satu ini, Luthfi terang-terangan memberi rapor merah. Alasannya, karena menurut Luthfi, hampir tidak ada dari kelompok Islam di Indonesia yang giat mendiskusikan gagasan-gagasan kemajuan. Ide kemajuan, begitu Luthfi, adalah aspek yang belum tersentuh dalam proyek pembaruan Islam. Dengan mengutip Hourani, Luthfi menjelaskan, bahwa ide kemajuan terkait erat dengan perkembangan dunia keilmuan. Seperti digambarkan Hourani, pada awal-awal abad ke-20 perkembangan keilmuan begitu semarak. Misalnya dengan direpresentasikan oleh perdebatan antara Farah Antoun dan Salamah Musa tentang teori darwin dan asal muasal manusia, atau antara Sayyid Ahmad Khan dan al-Afghani tentang hukum alam (naturalisme). Saat ini, begitu Luthfi, tidak ada kelompok Islam di Indonesia, bahkan dari Muhammadiah dan NU –dua ormas besar Islam Indonesia– yang berani membicarakan isu-isu perkembangan sains dan ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan pembaruan pemahaman keagamaan.
Terakhir, Luthfi menutup diskusinya dengan hitung-hitungan rapor liberalisme muslim Indonesia. “Empat berbanding dua,” katanya. Empat poin, yakni melawan ide teokrasi, dukungan atas demokrasi, gender, dan kebebasan berpikir ia beri rapor biru (positif). Sementara dua poin lainnya, yakni kebebasan beragama dan ide kemajuan ia beri rapor merah (negatif). Melalui hitung-hitungannya ini, Luthfi ingin mengatakan bahwa muslim Indonesia berarti masih layak dibilang dan digolongkan sebagai muslim yang liberal.

Kamis, 08 September 2011

remaja islam


keberadaan remaja islam

masa  renaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa di masa ini para remaja bayak yg terjebak dengan yg namanya coba-coba akibatnya,banyak anak-anak yg didik sejak kecilnya dengan baik sudah besar kok malah menjadi tidak baik seperti wanita mereka mulai coba-coba berdandan memakai make up dan buat laki-laki banyak yg coba-coba untuk merokok menjadi pecandu narkoba.
dalam kehidupan globalisasi dan modernisasi di zaman sekarang ini  benar2 telah mempengaruhi pergaulan para remaja,nilai2 keislamaan yg menjungjung tinggi ahlaak kini telah luntur dan di lupakan di dalam pergaulan para remaja sekarang,mereka hanya menonjolakn gaya2 barat yg sudah jauh dari nilai2 islam,mereka sudah tidak mengenal lagi sopan santun, tutur bahasa yg baik, etika dan moral yg baik, sudah sulit kita menemukan seorang wanita yg berpenampilan sebagai seorang muslimah yg ada malah wanita2 yg suka menontonkan auratnya di muka umum para wanita sudah tidak malu lagi di bonceng oleh laki2 utk di ajak jalan2 bahkan tidak sedikit wanita yg hamil di luar nikah akibatnyasetiap tahun lebih dari 100 pasangan Islam mendaftarkan diri untuk menikah dengan calon istri yang sudah hamil,bahkan tidaksedikit yg menggugurkan juga, apakah ini yg di sebut sebagai remaja islam? Sungguh benar2 jauh dari yg di harapkan islam, remaja sekarang sudah mengenal yg namanya narkoba,narkotika bahkan sampai minuman keras,
keadaan ini di perparah dengan program yahudi dan nasroni utk menghancurkan islam melalui penghancuran moral2 remaja,mulai dari pakaian,minuman,budaya bahkan sampai pada gaya2 raambut,orang2 yahudi menginginkan kkita selaku umat islam hancur moral dan ahlaknya,dan ternyata program mereka telah sukses membuat remaja islam jatuh moral dan ahlaknya,keberadaan teklhnologi pun seperti televisi dan internet ikut mewarnai jatuh nya mora lanak-anak islam, di sisi lain internet memang banyak manfaatnya,tapi di sisi lain pula internet sangat merugikan yaitu dengan adanya video-video yg tidak sesuai dengan ajarn-ajaran islam,
kita selaku remaja seharusnya melihat masa depan bangsa kitamasas remaja jangn di paki dengan hura-hura tapi harus di pakaiuntuk mencari ilamu untuk bekal di masa dewasa nanti.,coba bayangan bagaimana keadaan negara kita 20 taahun kemudian? Kayanya sudah parah bgt kehidupan ini, maka dari itu mari kita jungjung tinggi nilai2 islam yg mengajarkan nilai2 ahlak dan mari kita rangkul kawan2 kita yg sudah terpengaruhi dunia barat supaya kembali pada ajaran islam;

oleh reza fajrullah
murid ma cilengan klz xII ipa

Sabtu, 03 September 2011

ALLAH DAN WAKTU

Pertanyaan tentang hubungan Tuhan ke waktu melibatkan banyak topik yang paling membingungkan dalam metafisika. Ini termasuk sifat struktur fundamental dari alam semesta serta sifat hidup Allah sendiri. Hal ini tidak mengherankan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut masih terbuka bahkan setelah lebih dari dua milenia penyelidikan hati-hati. Sementara filsuf sering datang ke kesimpulan yang cukup menetap di pikiran mereka, mereka bijaksana untuk mengadakan kesimpulan tersebut dengan tangan terbuka.

Setiap pandangan dunia teistik mencakup beberapa gagasan tentang bagaimana Allah berhubungan dengan struktur alam semesta, termasuk ruang dan waktu. Pertanyaan hubungan Tuhan ke waktu telah menghasilkan sejumlah besar refleksi teologis dan filosofis. Pandangan tradisional telah bahwa Allah adalah abadi dalam arti sebagai waktu di luar sama sekali, yaitu, dia ada tapi tidak ada pada setiap saat dan dia tidak mengalami suksesi temporal. Apa yang mungkin pandangan dominan para filsuf hari ini adalah bahwa ia adalah temporal tetapi kekal, yaitu Tuhan tidak pernah mulai ada dan dia tidak akan pernah keluar dari eksistensi.Dia ada pada setiap saat dalam waktu.

Memutuskan bagaimana cara terbaik untuk berpikir tentang hubungan Tuhan ke waktu akan melibatkan membawa menanggung pandangan seseorang tentang aspek lain dari sifat ilahi. Bagaimana seorang filsuf berpikir tentang pengetahuan Tuhan dan interaksinya dengan umat-Nya dalam dunia temporal bentuk bagaimana filsuf yang akan berpikir tentang hubungan Tuhan ke waktu dan sebaliknya. Selain itu, pertimbangan metafisik lain juga memainkan peran penting dalam diskusi. Sebagai contoh, sifat waktu dan sifat dari asal usul alam semesta masing-masing memiliki bantalan tentang apakah Allah yang terbaik dianggap sebagai abadi atau temporal.
Teisme adalah pandangan bahwa ada seseorang yang, dalam cara yang signifikan, seperti setiap orang lain. Orang ini, siapa yang akan kita sebut "Tuhan," adalah pencipta seluruh alam semesta. Ateisme adalah pandangan bahwa orang yang demikian tidak ada. Setiap pandangan dunia teistik mencakup beberapa gagasan tentang bagaimana Allah berhubungan dengan alam semesta ini. Harus ada account tentang bagaimana Allah berhubungan dengan peristiwa, sesuatu, dan orang-orang dalam alam semesta dan tentang bagaimana Allah berhubungan dengan apa yang kita sebut struktur alam semesta. Artinya, bagaimana Allah berhubungan dengan ruang dan waktu. Jika Allah adalah pencipta alam semesta, muncul pertanyaan apakah Tuhan menciptakan ruang dan waktu juga. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengaktifkan apakah ruang dan waktu merupakan bagian atau aspek-aspek alam semesta atau apakah mereka lebih mendasar. Tidak banyak teolog atau filsuf berpikir ruang yang lebih fundamental dari alam semesta. Mereka berpikir bahwa Tuhan membawa ruang menjadi ada. Pandangan ini menyiratkan bahwa Allah dalam beberapa tak beruang akal atau "di luar" ruang. hubungan Tuhan ke waktu, bagaimanapun, adalah sebuah topik tentang yang ada terus menjadi perselisihan dalam. Dari Augustine melalui Aquinas, pemikir besar berpendapat bahwa Tuhan tidak dalam waktu sama sekali. Mereka berpikir tentang Allah sebagai kekal, dalam arti bahwa ia adalah abadi atau temporal. Sekarang, pandangan dominan di kalangan filsuf adalah bahwa Allah adalah temporal. sifat kekal-Nya dianggap sebagai yang kekal, bukan abadi. Dia tidak pernah datang ke keberadaan dan ia tidak akan pernah keluar dari eksistensi tapi dia ada di dalam waktu.

Pendukung dari masing-masing posisi atribut kekekalan kepada Allah. Akibatnya, istilah, "kekal" telah datang untuk menjadi baik ambigu atau istilah umum yang mencakup berbagai posisi. Pada artikel ini, istilah, "abadi" akan digunakan untuk merujuk kepada hubungan Tuhan ke waktu, apapun itu. Istilah "temporal" akan merujuk kepada Allah sebagai dalam waktu dan "abadi" akan menunjuk Allah sebagai waktu di luar.
Argumen yang paling menonjol untuk keabadian ilahi adalah bahwa posisi ini menawarkan solusi untuk masalah Allah ramalan tindakan bebas. Tantangan mendamaikan kebebasan manusia dan kemahatahuan ilahi yang terbaik terlihat jika kita menganggap bahwa Allah adalah temporal. Jika Allah mahatahu dan sempurna, ia tahu setiap kebenaran, dan ia tidak pernah salah. Jika manusia bebas dalam arti libertarian, maka beberapa tindakan seseorang melakukan yang sampai padanya dalam arti bahwa ia dapat melakukan atau tidak melakukan tindakan tersebut. Masalah muncul jika sudah seharusnya bahwa seseorang akan (di masa depan) bebas memilih beberapa tindakan tertentu. Misalkan Jeanie akan memutuskan besok untuk membuat secangkir teh pukul 4.00 WIB. Jika ini merupakan tindakan gratis di pihaknya, maka harus berada dalam kekuatannya untuk membuat secangkir teh atau untuk menahan diri dari membuat itu. Jika Allah ada di waktu dan tahu segala sesuatu, maka ratusan tahun yang lalu, ia sudah tahu bahwa Jeanie akan membuat secangkir teh. Ketika besok datang, bisa Jeanie menahan diri dari membuat secangkir teh? Seperti Nelson Pike berpendapat, (Pike 1965) ia dapat melakukannya hanya jika berada dalam kekuasaan untuk mengubah apa itu percaya bahwa Tuhan dari awal waktu. Jadi, meskipun Tuhan selalu percaya bahwa ia akan membuat teh, ia harus memiliki kekuatan untuk mengubah apa itu bahwa Allah percaya. Dia harus mampu membuat kasus bahwa Allah selalu percaya bahwa dia tidak akan membuat secangkir teh. Banyak filsuf berpendapat bahwa tidak ada yang semacam ini kekuasaan atas masa lalu, kebebasan sehingga manusia tidak kompatibel dengan ramalan ilahi.

Jika Allah adalah abadi, namun, tampaknya masalah ini tidak muncul. Tuhan tidak percaya hal pada poin waktu dan Jeanie tidak, oleh karena itu, harus memiliki kekuasaan atas keyakinan terakhir Tuhan. Dia berkuasa memerlukan atas kepercayaan abadi nya. daya ini tidak terlihat menjadi masalah karena pengetahuan abadi Allah dari suatu peristiwa dianggap sangat analog dengan pengetahuan kita sekarang dari suatu peristiwa. Ini adalah terjadi dari peristiwa yang menentukan isi dari pengetahuan kita tentang acara tersebut. Demikian juga, itu adalah terjadi dari peristiwa yang menentukan isi dari pengetahuan Tuhan. Jika Jeanie membuat secangkir teh, Tuhan tahu itu abadi. Jika dia menahan diri, ia tahu bahwa ia menahan diri. pengetahuan Allah tidak masa lalu, tetapi itu adalah abadi.

Orang mungkin berpendapat bahwa bahkan jika Tuhan adalah temporal, isi nya ramalan ditentukan oleh terjadi acara dengan cara yang sama. Klaim ini, tentu saja, adalah benar. Ada dua item yang memungkinkan untuk kesulitan di sini. Pertama, hanya dalam kasus Allah yang temporal foreknowing teh Jeanie's membuat bahwa ia harus memiliki kekuatan kontrafakta atas masa lalu, Kedua, jika Tuhan tahu seratus tahun yang lalu bahwa ia akan membuat teh, ada rasa di mana dia bisa "masuk di antara" pengetahuan Allah dan acara. Dengan kata lain, fakta bahwa Tuhan tahu apa yang dia tahu adalah tetap sebelum dia memulai acara. Jika itu adalah pilihan bebas di pihaknya, dia masih bisa menahan diri dari membuat teh. Keputusannya untuk membuat teh atau tidak berdiri temporal antara isi kepercayaan Allah dan terjadi acara.

Posisi bahwa Allah adalah abadi sering disebut sebagai solusi terbaik untuk masalah mendamaikan pengetahuan Allah tentang masa depan dan kebebasan manusia. Jika Allah adalah abadi, setelah semua, dia tidak apa-apa mengetahui sebelumnya.Boethius, Anselmus, Aquinas dan banyak orang lain telah menarik atemporality Allah untuk memecahkan masalah ini.

Sedangkan usulan bahwa Allah adalah abadi tampaknya menawarkan strategi yang baik, setidaknya satu masalah tetap signifikan. Masalah ini adalah bahwa nubuat. Misalkan Tuhan memberitahu Musa, antara lain, yang Jeanie akan membuat secangkir teh besok. Sekarang kita memiliki situasi yang berbeda sama sekali. Sementara pengetahuan Tuhan yang Jeanie akan membuat secangkir teh tidak temporal berada, pengetahuan Musa yang Jeanie akan membuat teh temporal berada. Selanjutnya, karena informasi yang datang dari Allah, Musa tidak dapat keliru tentang peristiwa di masa depan (Widerker 1991, Wierenga, 1991).

Masalah nabi adalah masalah, beberapa akan membantah, hanya jika Allah benar-benar mengatakan kepada Musa apa yang Jeanie akan dilakukan. Allah, tampaknya, tidak mengatakan banyak untuk Musa atau nabi lain. Lagi pula, mengapa harus Tuhan memberitahu Musa? Musa tentu tidak peduli Jeanie's cangkir teh.Sejak nubuat semacam ini sangat langka, kita bisa yakin bahwa pengetahuan Allah tidak mengesampingkan kebebasan kita.Beberapa berpendapat, bagaimanapun, bahwa jika bahkan mungkin bagi Allah untuk memberitahu Musa (atau siapapun dalam hal ini) apa yang Jeanie akan lakukan, maka kita memiliki versi dari masalah kompatibilitas yang sama kita akan ada jika kita menyatakan bahwa Tuhan ada di waktu dan foreknows membuat teh nya. Kita bisa menyebutnya versi, "nabi mungkin" masalah.
Jika masalah nabi mungkin adalah cukup serius untuk menunjukkan bahwa pengetahuan abadi Allah tindakan masa depan (masa depan, yaitu dari sudut pandang kita sekarang) tidak sesuai dengan tindakan-tindakan yang bebas, maka memegang Allah untuk menjadi abadi tidak memecahkan masalah ramalan . Argumen lain untuk keabadian Allah dimulai dengan ide bahwa waktu itu sendiri adalah kontingen. Jika waktu adalah kontingen dan Allah tidak, maka paling tidak mungkin bahwa Allah ada tanpa waktu. Kesimpulan ini masih jauh dari klaim bahwa Tuhan adalah, pada kenyataannya, abadi tapi mungkin kita bisa mengatakan lebih. Jika waktu adalah kontingen, maka itu tergantung pada Allah untuk keberadaannya. Entah Tuhan membawa waktu ke dalam keberadaan atau ia memegang itu senantiasa ada. (Klaim bahwa waktu adalah kontingen, meskipun, tidak kontroversial Argumen untuk kebutuhan waktu akan dipertimbangkan di bawah..)

Jika Tuhan menciptakan waktu sebagai bagian dari ciptaan-Nya alam semesta, maka penting apakah atau tidak alam semesta memiliki awal sama sekali. Meskipun mungkin kelihatannya aneh untuk berpikir bahwa Allah dapat menciptakan alam semesta bahkan jika alam semesta tidak memiliki awal, tidak akan aneh untuk filsuf seperti Thomas Aquinas. Bekerja dalam kerangka Aristotel, ia menganggap alam semesta yang kekal menjadi kemungkinan yang sangat nyata. Dia berargumen (dengan cara ketiga) yang bahkan alam semesta dengan masa lalu yang tak terbatas akan perlu untuk bergantung pada Allah untuk keberadaannya. Dalam pandangannya, bahkan jika waktu tidak memiliki awal, itu kontingen. Allah menopang alam semesta, dan waktu itu sendiri, ada pada setiap saat itu itu ada.

Posisi mayoritas saat ini adalah bahwa alam semesta punya awal.Apa yang kebanyakan orang maksud dengan klaim ini adalah bahwa alam semesta fisik dimulai. Ini adalah pertanyaan terbuka bagi banyak orang apakah waktu memiliki awal atau apakah masa lalu adalah tak terbatas. Jika masa lalu adalah tak terbatas, maka sudah waktunya metafisik dan bukan waktu fisik yang kekal.Argumen seperti tujuan Kalam Argumen kosmologis untuk menunjukkan bahwa tidak mungkin bahwa masa lalu tidak terbatas (Craig dan Smith, 1993; Craig 2001b). Misalkan waktu muncul dengan alam semesta sehingga alam semesta hanya memiliki masa lalu terbatas. Ini berarti bahwa waktu fisik diciptakan oleh Tuhan. Ini mungkin terjadi bahwa metafisik waktu tak terbatas atau bahwa Tuhan menciptakan "durasi murni" (waktu metafisik) juga.Dalam kasus terakhir, Allah harus abadi. Allah menciptakan baik waktu fisik dan metafisik dan Tuhan ada seluruhnya tanpa waktu.Allah, maka, harus abadi. Kecuali Allah menjadi temporal di beberapa titik, Allah tetap abadi

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host